Menyikapi Perbedaan Cara Dakwah, Ada Dakwah Ramah, Dakwah Marah Dan Keras
Ramah kepada orang bejat atau sesat merupakan sikap yang mulia jika tujuannya untuk mempengaruhi mereka agar kembali ke jalan yang benar, bukan karena tidak peduli, apalagi karena ada kepentingan pragmatis.
Begitu pula, marah kepada orang bejat atau sesat merupakan sikap yang mulia jika tujuannya untuk menghentikan kemungkaran. Jika kita diam saja, maka orang-orang bejat akan terus melakukan kebejatannya dan orang-orang sesat akan terus menebarkan kesesatannya dengan tanpa beban sedikitpun.
Jadi, persoalan sesungguhnya bukan terletak pada sikap ramah atau marah, tapi apa tujuan dan konteksnya.
Kalau kita mencermati sejarah perjuangan Rasulullah saw, ramah, marah, atau bahkan sampai kekerasan sekalipun, semuanya sama-sama ada, sebab semua itu adalah cara, bukan tujuan.
Yang pasti, beliau tidak pernah bermanis muka di hadapan kebatilan. Beliau selalu tegas menyatakan yang batil adalah batil, meskipun waktu itu beliau hanya 'sendirian'. Waktu seluruh Makkah (dan seluruh dunia) masih menyembah berhala, Rasulullah saw tetap dengan gagah berani menyatakan bahwa hal itu merupakan perbuatan sesat yang menyebabkan mereka masuk neraka.
Jadi, yang berdakwah dengan ramah itu bagus, yang mencegah kemungkaran dengan marah-marah itu juga bagus. Jangan saling menghujat dan menyalahkan... Semua itu ada dalil dan teladannya.Yang perlu diingatkan adalah yang tidak melakukan apa-apa, lalu bisanya cuma menyalahkan dan menggembosi orang-orang yang telah dakwah bersusah payah.
Orang yang bisanya cuma menyalahkan biasanya adalah orang yang tidak bisa berbuat apa-apa. Sebab, orang yang biasa berbuat seringkali memahami dan memaklumi bahwa dalam sebuah pekerjaan besar (dakwah) hampir selalu ada hal-hal yang tidak sempurna.
- Muhammad Idrus Ramli
Sumber: https://www.facebook.com/muhammad.i.ramli.1/posts/10207745631910550
Begitu pula, marah kepada orang bejat atau sesat merupakan sikap yang mulia jika tujuannya untuk menghentikan kemungkaran. Jika kita diam saja, maka orang-orang bejat akan terus melakukan kebejatannya dan orang-orang sesat akan terus menebarkan kesesatannya dengan tanpa beban sedikitpun.
Jadi, persoalan sesungguhnya bukan terletak pada sikap ramah atau marah, tapi apa tujuan dan konteksnya.
Kalau kita mencermati sejarah perjuangan Rasulullah saw, ramah, marah, atau bahkan sampai kekerasan sekalipun, semuanya sama-sama ada, sebab semua itu adalah cara, bukan tujuan.
Yang pasti, beliau tidak pernah bermanis muka di hadapan kebatilan. Beliau selalu tegas menyatakan yang batil adalah batil, meskipun waktu itu beliau hanya 'sendirian'. Waktu seluruh Makkah (dan seluruh dunia) masih menyembah berhala, Rasulullah saw tetap dengan gagah berani menyatakan bahwa hal itu merupakan perbuatan sesat yang menyebabkan mereka masuk neraka.
Jadi, yang berdakwah dengan ramah itu bagus, yang mencegah kemungkaran dengan marah-marah itu juga bagus. Jangan saling menghujat dan menyalahkan... Semua itu ada dalil dan teladannya.Yang perlu diingatkan adalah yang tidak melakukan apa-apa, lalu bisanya cuma menyalahkan dan menggembosi orang-orang yang telah dakwah bersusah payah.
Orang yang bisanya cuma menyalahkan biasanya adalah orang yang tidak bisa berbuat apa-apa. Sebab, orang yang biasa berbuat seringkali memahami dan memaklumi bahwa dalam sebuah pekerjaan besar (dakwah) hampir selalu ada hal-hal yang tidak sempurna.
- Muhammad Idrus Ramli
Sumber: https://www.facebook.com/muhammad.i.ramli.1/posts/10207745631910550
Komentar
Posting Komentar