Ustadz Hasan Al-Jaizy: Media Sosial Penyebab Kajian Sepi
Ada rasa khawatir dengan rutin upload dirasat-dirasat di Internet terutama di YouTube akan membuat beberapa individu semakin idle, lazy dan manja, sehingga merasa cukup belajar via Internet dan meminimalisir atau bahkan sudah tidak lagi ngaji ke majelis (manapun). Ngaji online (yakni: nonton YouTube atau dengar mp3) tidak menyediakan fasilitas tarbiyah adab majelis; sehingga silakan simak atau tonton sambil duduk ala warkop pun ustadznya takkan menegur.
Kenapa kok begitu khawatir? Karena dalam bermajelis ilmu, yang dipelajari bukan hanya materi, melainkan sikap, attitude, bahkan tatapan mata pun dipelajari.
Dulu sebelum riba cicilan motor tak sebanyak sekarang, alias zaman transportasi tak semudah sekarang...
Dulu sebelum medsos jarkom-jarkoman tak seramai sekarang...
...banyak yang rajin, banyak yang rela rutin, banyak yang...
Kini, setelah transportasi lebih mudah, dan kabar tentang kajian PLUS jam berapa dimulainya kajian ketahuan...
...banyak yang telatan, lebih banyak yang males rutin, lebih banyak yang angin-anginan prasmanan...
Satu sisi, medsos dan kemudahan fasilitas adalah nikmat. Sisi lain, justru di situlah ujiannya. Ketahuan, siapa-siapa yang getol, siapa-siapa yang hobi madol. Tapi, kekhawatiran itu disembunyikan saja. Karena maslahatnya lebih rajihah. Lebih kuat. Kami ga tahan sebenarnya mendengar curhatan sebagian, di daerahnya tak ada kajian rutin Ushul Fiqh. Kasihan. Bahkan, banyak daerah lain yang curhatannya begini, 'Jangankan kajian Ushul Fiqh, ngaji kitab apapun deh...nol...'.
Yah...semoga rekaman demi rekaman adalah solusi. Insya Allah, solusi besar bagi yang merindukan ngaji kitab. Yang membuat kami tak mau berhenti, di antaranya (bukan satu-satunya) adalah: setelah kami cek statistiknya, rupanya dalam sehari (dan tiap hari), selalu ada lebih dari 150 video kajian kami ditonton. Tabaarakallah walhamdulillah. Bahkan kerap kajian-kajian lama, semacam Fathul Mu'in di UNJ dulu, yang sudah kami hentikan, masih ada yang menikmati bahkan menanyakan kapan mau dilanjutkan lagi. Alhamdulillah.
Tapi, nasehat kami: utamakan guru-guru daerah masing-masing. Jangan cuma mau dengar kajian kalau ustadznya adalah bintang, karena...
...sekalipun ustadznya cuma level camat, tidak ganteng dan 'ah, siapa sih!', kalau menyimak dengan hati terbuka...akan terasa insya Allah ilmunya.
Nasehat itu ibarat balsem. Ia akan menghangatkan kulit yang masih ada kehidupan.
Nasehat itu ibarat cemeti. Ia akan terasa celekitannya saat dicetar.
Balsem dan cemeti, takkan berefek apapun untuk kulit yang ditutup.
Maka, buka hatimu.
-----
Sumber tulisan ustadz Hasan Al-Jaizy: https://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/1125494460825271
Kenapa kok begitu khawatir? Karena dalam bermajelis ilmu, yang dipelajari bukan hanya materi, melainkan sikap, attitude, bahkan tatapan mata pun dipelajari.
Dulu sebelum riba cicilan motor tak sebanyak sekarang, alias zaman transportasi tak semudah sekarang...
Dulu sebelum medsos jarkom-jarkoman tak seramai sekarang...
...banyak yang rajin, banyak yang rela rutin, banyak yang...
Kini, setelah transportasi lebih mudah, dan kabar tentang kajian PLUS jam berapa dimulainya kajian ketahuan...
...banyak yang telatan, lebih banyak yang males rutin, lebih banyak yang angin-anginan prasmanan...
Satu sisi, medsos dan kemudahan fasilitas adalah nikmat. Sisi lain, justru di situlah ujiannya. Ketahuan, siapa-siapa yang getol, siapa-siapa yang hobi madol. Tapi, kekhawatiran itu disembunyikan saja. Karena maslahatnya lebih rajihah. Lebih kuat. Kami ga tahan sebenarnya mendengar curhatan sebagian, di daerahnya tak ada kajian rutin Ushul Fiqh. Kasihan. Bahkan, banyak daerah lain yang curhatannya begini, 'Jangankan kajian Ushul Fiqh, ngaji kitab apapun deh...nol...'.
Yah...semoga rekaman demi rekaman adalah solusi. Insya Allah, solusi besar bagi yang merindukan ngaji kitab. Yang membuat kami tak mau berhenti, di antaranya (bukan satu-satunya) adalah: setelah kami cek statistiknya, rupanya dalam sehari (dan tiap hari), selalu ada lebih dari 150 video kajian kami ditonton. Tabaarakallah walhamdulillah. Bahkan kerap kajian-kajian lama, semacam Fathul Mu'in di UNJ dulu, yang sudah kami hentikan, masih ada yang menikmati bahkan menanyakan kapan mau dilanjutkan lagi. Alhamdulillah.
Tapi, nasehat kami: utamakan guru-guru daerah masing-masing. Jangan cuma mau dengar kajian kalau ustadznya adalah bintang, karena...
...sekalipun ustadznya cuma level camat, tidak ganteng dan 'ah, siapa sih!', kalau menyimak dengan hati terbuka...akan terasa insya Allah ilmunya.
Nasehat itu ibarat balsem. Ia akan menghangatkan kulit yang masih ada kehidupan.
Nasehat itu ibarat cemeti. Ia akan terasa celekitannya saat dicetar.
Balsem dan cemeti, takkan berefek apapun untuk kulit yang ditutup.
Maka, buka hatimu.
-----
Sumber tulisan ustadz Hasan Al-Jaizy: https://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/1125494460825271
Komentar
Posting Komentar